Jangan Paksa Anak Belajar Matematika
Matematika. Sebagian besar orang yang mendengar kata itu langsung bergidik. Sebagian lagi tiba-tiba merasa lemas. Matematika kerap menjadi momok menakutkan bagi anak kecil hingga orang dewasa. Namun, karena menjadi mata pelajaran utama di sekolah, orangtua sering memaksa anaknya untuk belajar matematika.
Tak perlu memaksa. Matematika selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, mulailah mengajar dengan konsep matematika di sekitar kita. Misalnya, transaksi di pasar sampai pasar swalayan atau prinsip membagi kue yang Anda beli menjadi beberapa bagian.
“Jangan paksa anak untuk mencintai matematika, tetapi tunjukkanlah step by step bahwa matematika sangat penting di kehidupan sehari-hari,” ungkap Ketua Panitia Competition of Mathematics 2010 Faqih Al Adyan dari STKIP Kebangkitan Nasional Sampoerna School of Education (SSE) kepada Kompas.com, Sabtu (23/10/2010).
Faqih juga mengatakan, latihan matematika memang akan mendominasi pembelajaran otak kiri anak-anak. Sementara model pembelajaran yang baik adalah dengan seimbang antara pembelajaran otak kiri dan kanan.
Oleh karena itu, lanjut Faqih, latihan matematika sebaiknya disertai dengan alat peraga atau gambar. “Ajari anak dengan ada gambar-gambarnya. Jadi, tidak langsung angka-angkanya. Jadi ada medianya untuk mentransfer materi itu ke
dalam otak kanan. Alat peraga itu penting. Kita dulu bangun ruang cuma gambar. Seharusnya ada benda, ada alat peraga,” katanya.
“Enggak apa-apa sebenarnya kalau anak lambat, tetapi bagaimana anak-anak tetap cinta dan menganggap matematika menyenangkan. Walaupun tidak bagus kapasitas matematikanya, diusahakan tetap cinta matematika,” tandasnya kemudian.
kompas.com