PTS Tolak Publikasi untuk Kelulusan
Perguruan tinggi swasta dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia menolak kewajiban memublikasikan karya ilmiah mahasiswa di jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan, tetapi mendorong lulusan program pascasarjana dan doktor untuk menulis karya ilmiah.
Karya ilmiah itu diharapkan dimuat pada jurnal skala nasional ataupun internasional. ”Perguruan tinggi swasta (PTS) memahami niat dan tujuan baik Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang menginginkan kualitas lulusan sarjana, magister, dan doktor meningkat, terutama terkait peningkatan jumlah karya ilmiah. Tetapi, publikasi ilmiah di jurnal ilmiah tidak harus dikaitkan dengan kelulusan mahasiswa,” kata Edy Suandi Hamid, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi). Sikap Aptisi itu diputuskan dalam Rapat Pengurus Pusat Pleno di Padang, Sabtu (11/2).
Edy, yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, mengatakan, memang saat ini jumlah karya ilmiah yang dihasilkan perguruan tinggi masih sangat terbatas. Namun, peningkatan publikasi ilmiah di Indonesia tidak mesti harus mengaitkan dengan kelulusan.
Akan tetapi, lanjutnya, dorongan tersebut harus menjadi kesadaran setiap perguruan tinggi. Setidaknya, perguruan tinggi mendorong mahasiswanya untuk mengembangkan sikap inovatif.
Sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), syarat kelulusan mahasiswa S-1 setelah Agustus 2012 adalah ada publikasi karya ilmiahnya di jurnal ilmiah. Adapun S-2 publikasinya pada jurnal ilmiah nasional, sedangkan S-3 pada jurnal ilmiah internasional, baik yang tercetak maupun online.
Suyatno, Sekretaris Jenderal Aptisi, mengatakan, perkembangan mutu PTS saat ini masih belum merata. Apalagi dukungan pemerintah bagi PTS yang membutuhkan bantuan dana ataupun bentuk lainnya masih minim.
”Kebijakan pemerintah dalam anggaran pendidikan harus memperhatikan prinsip keadilan bagi PTN (perguruan tinggi negeri) dan PTS. Sebab, sampai saat ini masih sangat dirasakan kebijakan penganggaran pemerintah bias ke PTN,” kata Suyatno.
Harus dijalankan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan, kebijakan Dirjen Dikti yang mewajibkan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 untuk memublikasikan karya ilmiah harus dijalankan. ”Perguruan tinggi enggak usah minder, pasti bisa. Apalagi untuk S-3, bisa menulis ke jurnal ilmiah internasional. Kecuali kampus yang melaksanakan program doktor tidak berorientasi keilmuan, tetapi bisnis semata, sulit untuk bisa menghasilkan karya ilmiah yang berkontribusi untuk pengembangan keilmuan,” ujarnya.
Nuh meyakini masyarakat Indonesia masih dalam fase perlu ”pemaksaan”. Kewajiban publikasi ilmiah di jurnal ilmiah sekaligus syarat kelulusan mahasiswa merupakan upaya ”pemaksaan” untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
”Kalau mengharapkan kesadaran, ya, kita susah maju. Nanti terjebak dengan kebijakan fleksibel, ada syukur, enggak ada tidak apa-apa. Karena itu, kebijakan perlu dipaksakan untuk tujuan yang baik bagi munculnya budaya berpikir ilmiah sehingga kualitas pendidikan tinggi Indonesia meningkat,” ujar Nuh.
*sumber: www.kompas.com