Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika
Oleh Prof Dr Marsigit*
Guru Matematika:
Wahai muridku, engkau kelihatan berbeda dan kelihatan cerdas. Sekiranya aku ditugaskan untuk menjadi Guru Matematika di kelasmu maka apakah permintaan-permintaanmu kepadaku?
Murid:
Aku menginginkan agar pelajaran matematika itu menyenangkan bagi diriku, memberi semangat kepadaku, dan bermanfaat bagiku.
Aku juga ingin bahwa pelajaran matematika itu mudah aku pelajari.
Aku harap engkau juga menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah aku miliki.
Aku ingin juga bahwa pelajaran matematika itu mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
Aku mohon agar aku diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika itu dimulai.
Aku ingin agar persoalanku sehari-hari dapat digunakan dalam belajar matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa rasa senang itu juga milikku, walaupun engkau juga berhak mempunyai rasa senang.
Tetapi menurutku, rasa senang itu tidaklah engkau berikan kepadaku, melainkan harus muncul dari dalam diriku sendiri.
Engkau tidaklah bisa memaksa diriku menyenangi matematika, kecuali hanya dengan keikhlasanku.
Aku juga ingin engkau agar memberi kesempatan kepada diriku agar aku bisa mempersiapkan psikologis diriku dalam mengikuti pelajaran matematika.
Ketahuilah wahai guruku, bahwa diriku dan diri teman-temanku semua itulah yang sebenar-benarnya melakukan persiapan.
Itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai Apersepsi.
Maka berilah kami semua tanpa kecuali untuk melakukan kegiatan-kegiatan agar kami bisa melaukan Apersepsi, dan tidak hanya engkau ceramahi atau engkau hanya bertanya kepada sedikit siswamu yang duduk di depan.
Aku juga berharap agar pelajaran matematika itu engkau persiapakan sebaik-baiknya agar aku dapat melakukan berbagai aktivitas di kelas.
Aku juga memohon agar engkau bersikap adil, tidak pilih kasih. Jika nilaiku jelek, janganlah engkau remehkan diriku, tetapi jika nilaiku terbaik maka janganlah terlalu disanjung-sanjung.
Menurutku, belajar matematika itu adalah hak dari setiap murid-muridmu di kelas. Oleh karena itu mohon agar perhatianmu jangan hanya yang duduk di bagian depan saja, melainkan harus meliputi semuanya.
Aku juga memohon agar engkau tidak bersikap otoriter. Tetapi aku mohon agar engkau dapat bersikap demokratis.
Oleh karena itu, aku mohon agar engkau jangan terlalu banyak bicara apalagi terkesan menggurui.
Berikanlah kami beraneka ragam aktivitas matematika.
Karena jika engkau terlalu banyak bercerita dan mengguruiku maka sebenar-benar diriku merasa tersinggung dan kasihan terhadap dirimu karena engkau terkesan sombong.
Aku juga mohon agar engkau tidak hanya bercerita, tetapi hendaknya memberikanku kesempatan untuk beraktivitas.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat atau menyiapkan LKS agar aku bisa berlatih di situ, sekaligus aku akan mempunyai catatan dan informasi-informasi.
Aku mohon agar LKS yang engkau siapkan bukan sekedar kumpulan soal, melainkan dapat menjadi sarana bagiku untuk belajar mandiri maupun kelompok.
Kata Pamanku, LKS merupakan sarana yang sangat strategis bagi guru agar mampu melayani kebutuhan belajar matematika siswa-siswanya yang beraneka ragam kemampuan.
Aku mohon juga agar engkau jangan menilai aku hanya dari test saja, tetapi tolonglah agar penilaianmu terhadap diriku itu bersifat komprehensif, lengkap meliputi proses kegiatanku dan juga hasil-hasilku.
Aku juga menginginkan dapat menampilkan karya-karyaku.
Aku sungguh merasa jemu jika engkau hanya menggunakan metode ceramah saja.
Wahai guruku, seberapakah engkau menyadari betapa kecewanya murid-muridmu ketika sudah engkau minta untuk unjuk jari bertanya, tetapi engkau hanya menunjuk satu saja diantara kami. Padahal hal itu engkau lakukan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Menurut Pamanku, ini disebabkan karena pengelolaan kelas yang belum bagus.
Aku dan teman-temanku juga merasa tidak begitu nyaman, jika engkau selalu bertanya dengan kalimat panjang dan kalimat terbuka, kemudian menyuruhku untuk menjawab secara koor/choir. Seakan-akan engkau telah memperlakukan diriku hanya sebagai obyek pelengkap kalimat-kalimatmu. Sungguh guru hal yang demikian telah membuat diriku telah tidak berdaya dihadapanmu. Lagi-lagi menurut Pamanku, metode mengajar yang demikian perlu segera diubah.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau menggunakan berbagai variasi metode mengajar, variasi penilaian, variasi pemanfaatan sumber belajar.
Aku juga menginginkan agar engkau mampu menggunakan teknologi canggih seperti website dalam pembelajaranmu. Kenapa guru, aku belajar matematika musti menunggu hari Selasa, padahal pada hari Selasa yang telah aku tunggu-tunggu terkadang engkau tidak dapat mengajar dikarenakan mendapat tugas yang lebih penting. Aku sangat kecewa akan hal ini.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat Website yang memungkinkan aku belajar matematika setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung dengan keberadaanmu. Aku juga ingin bertanya persoalan matematika kepadamu setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung keberadaanmu. Menurut Pamanku, itu semua bisa dilayani jika engkau membuatkan Wbsite atau Blog untuk murid-muridmu.
Aku ingin engkau menunjukkiku di mana sumber-sumber belajar matematika yang baik.
Aku juga akan merasa bangga jika engkau sebagai guruku mampu membuat modul-modul pembelajaran, apalagi jika engkau dapat pula membuat buku-buku teks pelajaran matematika untukku.
Aku juga menginginkan engkau dapat memberi kesempatan kepadaku untuk memperoleh keterampilan matematika.
Aku ingin agar matematikaku bermanfaat tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk orang lain.
Aku juga menginginkan masih tetap bisa berkonsultasi denganmu di luar jam pelajaran.
Pak Guru, aku ingin sekali tempo juga belajar di luar kelas. Kelihatannya belajar diluar kelas udaranya lebih segar dan menyenangkan.
Tiadalah seseorang di muka bumi ini selain diriku sama dengan diriku. Oleh karena itu dalam pelajaran matematika itu nanti aku berharap agar engkau dapat mengenalku dan mengerti siapa diriku.
Tetapi aku juga mengetahui bahwa diri yang lain juga saling berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguh-sungguhnya dirimu sebagai guru akan menghadapi murid-muridmu sebanyak empat puluh ini, juga sebanyak empat puluh macam yang berbeda-beda.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau jangan hanya menggunakan metode tunggal dalam mengajarmu, supaya engkau dapat membantu belajarku.
Menurutku, untuk melayani sebanyak empat puluh siswa-siswa yang berbeda-beda ini, maka tidaklah bisa kalau engkau hanya menggunakan metode mengajar tradisional atau ceramah.
Menurut bacaan di internet dan menurut Pamanku, maka untuk dapat melayani siswa-siswamu yang beraneka ragam, maka engkau perlu mengembangkan RPP yang flesibel, perlu membuat LKS dan yang penting lagi adalah engkau sebagai guruku harus mempercayai bahwa jika diberi kesempatan maka muridmu ini mampu mempelajari matematika.
Itulah yang aku ketahui bahwa engkau harus lebih berpihak kepada kami.
Keberpihakan engkau kepada kami itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai student centered.
Mohon agar engkau lebih sabar menunggu sampai aku bisa mengerjakan matematika. Usahakanlah agar matematika itu menjadi miliku, maka janganlah aku hanya diberi kesempatan untuk melihat atau menonton saja.
Yang betul-betul perlu belajar matematika itu adalah diriku.
Aku ingin betul-betul belajar dan melakukan kegiatan belajar dan tidak hanya menonton engkau yang mengerjakan matematika.
Maka jikalau engkau mempunyai alat peraga, maka biarkan aku dapat menggunakannya dan jangan hanya engkau taruh di depan saja.
Aku bahkan dapat mempelajari matematika lebih efektif jika belajar bersama-sama dengan teman-temanku.
Oleh karena itu wahai guruku, maka dalam pelajaran matematika itu nanti berikan kami kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok.
Tetapi jika engkau telah menyuruhku belajar dalam kelompok, maka berikanlah aku waktu yang cukup untuk berdiskusi dan janganlah engkau terlalu banyak memberikan petunjuk dan ceramah lagi ketika aku sedang bekerja dalam kelompok.
Karena hal demikian sangat mengganggu konsentrasiku dan terkesan engkau menjadi kurang menghargai kepada murid-muridmu.
Aku juga mohon agar engkau memberikan kesempatan kepada diriku untuk membangun konsepku dan pengertianku sendiri.
Wahai guruku, ketahuilah bahwa aku juga ingin menunjukkan kepada teman-temanku bahwa aku juga dapat menarik kesimpulan dari tugas-tugasmu mengerjakan matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa kesimpulan-kesimpulan dari tugas-tugasmu itu sebenarnya adalah milikku.
Oleh karena itu janganlah engkau sendiri yang menyimpulkan tetapi berikan kesempatan kepadaku agar aku juga bisa menemukan rumus-rumus matematika.
Rumus yang aku temukan sendiri itu sebenar-benarnya akan bersifat lebih awet dan langgeng dari pada hal demikian hanya sekedar pemberianmu.
Maka jika aku sudah susah-susah melakukan kegiatan kearah menemukan rumus, sementara pada akhirnya malah engkau yang menyimpulkan, maka sebetulnya aku menjadi marah kepadamu.
Janganlah engkau membuat pesan ganda kepada diriku. Janganlah engkau memberi hukuman kepadaku dengan menyuruh aku untuk mengerjakan sebanyak-banyak soal. Karena bagiku, hukuman adalah jelek sedangkan mengerjakan soal adalah baik.
Jangan pula engkau pura-pura memberi soal yang sangat sulit kepadaku padahal engkau sesungguhnya bermaksud untuk menghukumku.
Aku memohon agar engkau mempercayaiku. Kepercayaanmu kepadaku itu merupakan kekuatan bagiku untuk memperoleh pengetahuanku. Tolong sekali lagi tolong, percayailah diriku, bahwa jika aku diberi kesempatan maka insyaAllah aku bisa.
Aku akan bangga jika guruku suatu ketika dapat muncul di kegiatan seminar baik secara nasional maupun internasinal. Wahai guruku, gunakanlah data-dataku, hasil-hasilku, dan proses belajarku sebagai data penelitianmu. Menurut Pamanku, jika engkau mampu menggunakan data-data dikelas mengajarmu, maka engkau akan menghasilkan karya ilmiah setiap tahunnya.
Wahai guruku, aku juga bangga dan ingin membaca karya-karya ilmiahmu. Setidaknya hal demikian juga akan memotivasi diriku.
Wahai guruku yang baik hati, aku merasa dari waktu ke waktu terdapat perubahan dalam diriku. Aku juga melakukan percobaan atau eksperimen mencari cara belajar yang baik. Kelihatannya aku belum menemukan cara belajar yang terbaik bagi diriku. Tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa cara belajarku haruslah dinamis, fleksibel, dan kreatif menyesuaikan dengan kompetensi yang harus aku kuasai. Oleh karena itu sungguh aneh jika engkau guruku hanya mengajar diriku dengan metode yang sama dari waktu ke waktu.
Permintaan terakhirku adalah apakah bisa engkau Guruku, untuk kami yang beraneka ragam, berilah kesempatan untuk mempelajari matematika yang beraneka ragam pula, dengan alat peraga atau fasilitas yang beraneka ragam pula, dengan buku matematika yang beraneka ragam pula, dengan kompetensi yang beraneka ragam pula, dengan waktu yang beraneka ragam pula, walaupun kami semua ada dalam satu kelas, yaitu kelas pembelajaran matematika yang akan engkau selenggarakan.
Demikian guru permohonanku, saya minta maaf atas banyaknya permintaanku karena sesungguhnya permintaanku itu telah aku kumpulkan dalam jangka waktu yang lama. Sampai aku menunggu ada seorang guru yang bersifat terbuka untuk menerima permohonan dan saran dari muridnya.
Sekali lagi mohon maaf guruku. Mohon doa restunya. Amin
Guru Matematika:
Astagfirullah al adzimu….ya Allah ya Robi ampunilah segala dosa-dosaku.
Wahai muridku, aku tidak bisa berkata apapun dan aku merasa terharu mendengar semua permintaanmu itu.
Mulutku seakan terkunci mendengar semua permintaan dan penuturanmu itu.
Tubuhku tergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tidak mengira bahwa diantara murid-muridku ada murid yang secerdas kamu.
Aku tidak mengira bahwa jika aku beri kesempatan dan aku beri sarana penyambung lidah bagi suara hati nuranimu, maka ternyata harapan-harapanmu, permintaan-permintaanmu, dan pikiran-pikiranmu bisa melebihi dan di luar apa yang aku pikirkan dewasa ini.
Setelah mendengar semua permintaanmu, aku menjadi tahu betapa tidak mudah menjadi Guru Matematika bagimu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menjadi ragu tentang kepastianku.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasa malu dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasakan betapa diriku itu bersifat sangat
egois.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa aku telah berbuat sombong dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa malas diriku itu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat tidak adil terhadapmu.
Selama ini aku telah berbuat aniaya terhadap dirimu karena aku telah selalu menutupi sifat-sifatmu, aku selalu menutupi potensi-potensimu, aku selalu mendominasi inisiatifmu, aku selalu menimpakan kesalahan pada dirimu, dan
sebaliknya aku selalu menutupi kesalahanku.
Selama ini aku telah berpura-pura menjadi manusia setengah dewa dihadapanmu.
Dihadapanmu, aku telah menampilkan diriku sebagai manusia sempurna yang tiada cacat, serba bisa, serba unggul, serba hebat, tiada gagal, wajib digugu, dan wajib ditiru.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat munafik di depanmu, karena aku selalu menyembunyikan keburukan-keburukanku sementara aku menuntumu untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanmu.
Oh muridku hanyalah tetesan air mataku saja yang telah mengalir merenungi menyadarai bahwa KERAGUANKU terhadap praktek pembelajaran matematika ternyata benar adanya.
Ternyata yang aku lakukan selama ini lebih banyak mendholimi murid-muridku.
Wahai orang tua berambut putih salahkan jika aku berusaha membimbing murid-muridku?
Orang Tua Berambut Putih:
Ketahuilah wahai guru, jikalau engkau renungkan, maka hakekat membimbing adalah memberdayakan siswa. Sudahkah kegiatan membimbingmu memberdayakan siswa? Saya khawatir jangan-jangan niatmu membimbing, tetapi yang terjadi sebetulnya justeru membuat siswamu tidak berdaya.
Guru Matematika:
Subhanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Orang tua berambut putih, salahkan jika aku mewajibkan murid-muridku untuk belajar giat?
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintahmu. Saya khawatir jangan-jangan dibalik kegiatanmu mewajib-wajibkan dan perintah-perintah kepada siswamu itu, sebetulnya terselip sifat egoismu.
Guru Matematika:
Subhanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika aku mengajar dengan cepat dan tergesa-gesa untuk memberi bekal sebanyak-banyaknya kepada siswa. Apalagi beban kurikulum yang banyak sementara waktunya terbatas.
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa. Maka tiadalah gunanya engkau dipundakmu membawa segunung pengetahuanmu untuk engkau tuangkan kepada siswamu sementara siswa-siswamu meninggalkan dirimu. Sebaliknya jika siswamu telah berdaya, merasa senang, menyadari dan memerlukan mempelajari matematika, maka sedikit saja engkau memberinya, maka mereka akan meminta dan mencari yang lebih banyak lagi.
Guru Matematika:
Subhanallah….baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika saya menggunakan metode tunggal saja yaitu metode ekspositori?
Orang Tua Berambut Putih:
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya. Metode ekspositori selalu sajalah merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Selamanya ya seperti itu. Itu hanya cocok jika paradigma mengajarmu adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning. Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
Guru Matematika:
Subhanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian bagaimanakah caranya aku melayani kebutuhan siswa-siswaku mempelajari dan menemukan sendiri matematikanya? Sementara murid-muridku itu jumlahnya banyak dan kemampuannya berbeda-beda pula?
Orang Tua Berambut Putih:
Tidaklah mungkin engkau mampu melayani kebutuhan belajar murid-muridmu, jika engkau tidak merubah paradigmamu.
Guru Matematika:
Paradigma seperti apa sehingga saya mampu melayani siswa-siswaku mempelajari matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
Hijrahlah, berubahlah, bergeraklah.
Ubahlah paradigmamu:
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
Guru Matematika:
Subhanallah …ya Allah ya Rab ampunilah segala dosa-dosaku. Baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian, secara kongkrit, bagaimanakah aku dapat melayani kebutuhan belajar siswa-siswaku yang banyak itu.
Orang Tua Berambut Putih:
Selama ini mengajarmu berpola atau berprinsip: “untuk siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuan, engkau hanya mengajarinya matematika yang sama, dalam waktu yang sama, dengan tugas yang sama, dengan metode mengajar yang sama, dan mengharapka hasil yang sama, yaitu hasil yang sama dengan apa yang engkau pikirkan”. Itulah sebenar-benar metode mengajar Tradisional yang tidak mampu lagi dipertahankan. Berubah dan berubahlah segera…
Guru Matematika:
Subhanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian akau harus mengubah pola mengajarku yang bagaimana?
Orang Tua Berambut Putih:
Jika engkau menginginkan mampu menerapkan metode pembelajaran inovatif, maka terapkanlah prinsip:”untuk siswa yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh berbeda, yaitu boleh berbeda dengan apa yang engkau pikirkan”
Guru Matematika:
Subhanallah …baru kali ini aku menyadarinya.
Apakah yang dimaksud teknologi atau alat agar aku mampu melayani kebutuhan siswa belajar matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus menembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru ybs. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak proesional.
Guru Matematika:
Subhanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Kenapa musti siswa harus belajar dengan berdiskusi dalam kelompoknya.
Orang Tua Berambut Putih:
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah sunatullah.
Guru Matematika:
Subahanallah…baru kali ini aku menyadarinya.
Terimakasih orang tua berambut putih.
Ya Allah ya Robbi, ampunilah segala dosa dan kesombonganku selama ini, yang telah mengabaikan betapa pentingnya aspek psikologis belajar matematika itu, yang telah meremehkan kemandirian siswa, yang telah serampangan dan hantem kromo terhadap perlakuan pedagogis belajar matematika, yang telah merasa cukup dan puas terhadap ilmu dan pengetahuanku selama ini.
Permohonan ampunku yang terus menerus kiranya belum cukup untuk menghapus dosa-dosaku.
Ya Allah ya Rab semoga Engkau masih bersedia melindungi dan meridai pekerjaan-pekerjaanku.
*Dosen Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNY