1. A.     Pengetahuan Menyangkut Perbedaan Individual

Sejak awal abad ke-20, ada perbedaan fase yang berkaitan dengan perbedaan individual: satu berkaitan dengan identifikasi karakteristik penting yang di dalamnya terdapat perbedaan individu dan yang lain berkaitan dengan organisasi pengajaran sehingga individu-individu yang berbeda dapat belajar.

1)      Identifikasi Perbedaan Penting Individual

Di dalam literature pendidikan matematika ada kesepakatan menyangkut  perbedaan individual yang tidak banyak berubah lebih dari 20 tahun. Pada tahun 1954 Weaver meringkas apa yang dikenal dengan perdedaan individual.

Menurut Weaver anak-anak dalam suatu kelas atau tingkatan tertentu menunjukkan kemampuan yang bervariasi dalam masing-masing pengajaran. Lebih lanjut, variasi-variasi ini secara umum meningkat dari tingkat rendah ke tingkat tinggi. Anak-anak mempunyai kebiasaan yang sangat variatif dalam profil atau pola kemampuan dalam fase pengajaran aritmetika yang bevariasi.

Pada 1976 Romberg dan Montgomery menyatakan bahwa ada empat hal yang diketahui tentang perbedaan individual yang penting dalam pengajaran:

    1. Pelajar mencapai prestasi dengan kecepatan yang berbeda
    2. Perbedaan prestasi meningkat ketika pelajar masuk sekolah.
    3. Prestasi sering ditunjukan oleh dorongan dan taraf tanpa kemajuan yang berbeda di dalam penampilan di antara individu.
    4. Perbedaan intra-individual dapat sama dengan perbedaan inter-individual.

Kekurangan dalam pemahaman perbedaan individual bukanlah masalah khusus dalam pendidikan matematika, tetapi menembus penelitian pembelajaran pada umumya.  Tapi banyak sifat yang di dalamnya seseorang dapat dibedakan dengan yang lain  sudah diidentifikasi dan dapat diukur. Tyler mengatakan bahwa pengukuran perbedaan individual dalam sifat-sifat yang berkaitan dengan beberapa hal penting dalam masyarakat, dapat dipandang sebagai prestasi utama psikologi abad 20. Untuk pendidikan matematika, sifat-sifat penting dapat dikategorikan ke dalam domain kognitif, atau domain affektif.

 

2)      Organasisi Sekolah Untuk Pengajaran Individual

Ketertarikan yang mendalam sudah ditunjukkan melalui pertanyaan bagaimana pengetahuan tentang perbedaan indidual harus digunakan untuk mempengaruhi prosedur pengajaran. Weaver pada 1945 mengatakan bahwa ketetapan yang efektif untuk perbedaan individual bergantung pada besarnya pengukuran dari pada ketepatan dalam pengajaran yang berbeda. Pernyataan itu, dan berbagai pernyataan lain yang mengikutinya , diterima hampir tanpa pertanyaan,  premisnya bahwa cara untuk mengatasi perbedaan individual  adalah menyiapkan program-program untuk pengajaran individual.

Munculnya dua filosofi utama yang mempengaruhi keyakinan pendidikan pada abad 20 – humanisme dan behaviorisme – dua tujuan dan antithetical utama pembelajaran individual muncul. Satu tema filosifi diuraikan dalam Individualizing Instruction (the ASCD 1964 Yearbook), yang dapat diringkas sebagai berikut: Individu-individu berbeda tidak hanya dalam kemampuan tetapi dalam potensialitas. Tujuan pendidikan adalah untuk menyiapkan upaya “ membebaskan potensi pelajar secara pribadi” Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengidentifikasi cara-cara di mana individu berbeda tidak hanya dalam sikap atau sifat tapi dalam cara di mana mereka ingin untuk berkembang.

Filosofis yang lain, diilustrasikan dalam NSSE Yearbook, Individualizing Instruction, yakni bahwa keberadaan sekolah memampukan orang untuk belajar untuk belajar memperkirakan hal-hal yang sama: misalnya warisan kebudayaannya, pengetahuan spesifik, atau keterampilan kejuruan  Dalam kerangka kerja filosofi ini, Glaser mengidentifikasi mode pendidikan selektif dan adaptif. Mode selektif dikarakteristikan oleh variasi minimal dalam kondisi di mana individu diharapkan untuk belajar. Dengan kata lain, pelajar harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan pendidikan. Mode adaptif dikarakteristikan oleh arti alternative belajar yang “disesuaikan dan ada dalam berbagai cara yang berkaitan dengan pengetahuan tentang masing-masing individu – latar belakangnya, talenta, ketertarikan dan penampilannya. Di dalam mode adaptif, sekalipun tujuannya sama, metode pencapaian tujuan ini disesuaikan dengan perbedaan individu. Untuk melaksanakan hal ini, perbedaan individu dalam berbagai sifat harus dideskripsikan dan diukur dan pengajaran disesuaikan sehingga semua orang dapat mencapai tujuan yang sama.

 

  1. B.     Trends Dalam Studi Perbedaan Individual

Studi tentang perbedaan individual yang relative kecil sudah dilaksanakan pada decade terakhir. Bagaimanpun, studi tentang perbedaan individual nampaknya makin hidup dengan mengubah arah dan tekanan. Empat trends dapat diidentifikasi dan akan didiskusikan dalam sesi ini yakni:

    1. Sifat-sifat khusus untuk dipelajari sedang didefinisikan kembali.
    2. Perubahan kualitatif dalam focus study sedang muncul
    3. Penggunaan perbedaan kecerdasan untuk pengajaran sedang diuji.
    4. Beberapa variable perbedaaan sedang diteliti sebagai explanatory.

 

a)      Berbagai perbedaan individual untuk di pelajari

  1. Domain kognitif

Sedikit ilmuwan yakin bahwa banyak kecerdasan baru di dalam domain kognitif. Kecakapan matematika, seperti kemampuan membilang,  logika matematika, kemampuan induktif/deduktif,  sedang mendapat perhatian. Spatial visualization sedang mendapat tekanan, dan sekelompok penulis utama secara tegas menyatakan bahwa ide tentang model kognitif  harus diperhatikan.

Spatial visualization. Spatial visualization adalah kecerdasan yang dilaksanakan dengan manipulasi mental dari bentuk yang kaku. Kecerdasan timbul sebagai komponen dari kemampuan matematika pada berbagai factor studi analitik, dan hal itu menunjukkan korelasi dengan prestasi matematika sebagai kemampuan verbal.  Peran spatial visualization di dalam pembelajaran matematika tidak jelas. Pertanyaan-pertanyaan yang diteliti mencakup hal-hal berikut:

(1)     Apakah spatial visualization lebih penting untuk dipelajari pada level tertentu dalam pengajaran matematika dari pada yang lain?

(2)      Apakah perbedaan isi matematika  bersandar melalui cara yang berbeda pada spatial visualization?

(3)      Apa peran spatial visualization dalam proses pemecahan masalah? Apakah banyak orang lebih cocok untuk bersandar terutama pada spatial visualization untuk memecahkan masalah dan yang lainnya pada kemampuan verbal? Apakah perbedaan-perbedaan ini berkaitan dengan tipe-tipe masalah khusus yang dapat diidentifikasi?

(4)      Bagaimanakah kecerdasan spatial visualization dikembangkan? Akankah program matematika dasar yang menekankan manipulasi memfasilitasi perkembangan kemampuan spatial anak lebih baik dari pada program yang menekankan simbol-simbol?

(5)     Dengan cara bagaimana lingkungan pembelajaran akan diatur untuk merespon kecerdasan spatial visualization?

Cognitive style. Cognitive style adalah mode karakteristik dari fungsi yang melingkupi seluruh  aktivitas intelektual dan perceptual kita dalam konsistensi yang tinggi. Cognitive style menggambarkan konsistensi dalam cara atau  bentuk kognisi, seperti jelas dari isi kognisi atau level keterampilan yang ditunjukkan di dalam penampilan kognitif.

Menurut Messick, konstruksi  cognitive style berbeda dari konstruksi kemampuan tradisional dalam berbagai cara:

(1)       Dimensi masing-masing cognitive style merupakan sesuatu yang kontinu yang membentang dari satu cara fungsi kognitif ke cara yang lainnya.

(2)       Walaupun penampilan yang terdekat berakhir, suatu cognitive style mempunyai implikasi yang berbeda untuk fungsi koginitif, secara teoritis tidak ada nilai yang melekat pada  tipe cognitive style sebagai suatu kebiasaan atau di mana suatu penampilan berlangsung terus.

(3)      Di satu pihak, cognitive style  menembus totalitas sikap termasuk kognitif, affektif, dan aspek intersosial. cognitive style menembus seluruh sikap individu.

(4)      Investigasi pada cognitive style lebih banyak dilakukan dengan bagaimana atau cara di mana sikap dapat terjadi, dari pada dengan model informasi atau isi yang sedang diproses atau ditunjukan.

Bidang independent / bidang dependen adalah style yang mempunyai dasar penelitian yang luas dan secara umum menarik dan konstroversi. Nampak juga bahwa banyak yang tertarik pada pada penelitian pendidikan matematika. Herman Witkin dan para pengikutnya telah memberikan kontribusi utama untuk memahami cognitive style. Pada bidang akhir dependen kontinu, aktivitas dan persepsi bersifat umum, yakni bahwa, subjek terfokus pada lingkungan secara umum. Pada bidang akhir independent kontinu, aktivitas dan kegiatan  bersifat analitikal, yakni bahwa subjek menerima lingkungan sebagai bagian komponennya

Cognitive style ini biasanya diukur dengan test-test khusus (Rob and Frame Test – RFT- and Embedded Figures Test – EFT) di mana subjek diminta untuk “disembed” sesuatu.  Witkin memberikan bukti di mana dia yakin ada indikasi yang jelas bahwa “bidang indipenden/dependen adalah manifestasi dalam bidang perceptual, dimensi fungsi personal yang meluas sampai ke dalam bidang perilaku social dan dalam bidang personality.

Secara umum, Witkin mengatakan bahwa bidang dipenden persons:

(1)        cenderung menggunakan referensi kerangka social yang sedang berlaku untuk mendefinisikan sikap, kepercayaan, perasaan, dan pandangan pribadi mereka dari waktu ke waktu.

(2)       Cenderung dipandu oleh posisi yang dikaitkan dengan figure otoritas atau peer group ketika membentuk sikapnya.

  1. Domain afektif

Kekurangan utama dalam beberapa penelitian matematika yaitu definisi umum matematika yang digunakan. Matematika melibatkan beberapa macam hubungan bidang studi tetapi berbeda dalam isi dan ketrampilan.

Ketika masalah definisi ini dipertimbangkan, literatur memberikan saran beberapa konklusi sementara.

(1)    Ada relasi positif antara  sikap dan prestasi matematika yang nampak meningkat ketika pelajar masuk sekolah.

(2)    Sikap terhadap matematika hampir stabil – khususnya di atas kelas enam, walaupun suatu studi longitudinal menunjukkan suatu tanda penurunan dari kelas enam ke kelas 12.

(3)    Kelas 6-8 nampaknya kritis dalam perkembangan sikap.

(4)    Sikap ekstrim positif atau negative nampaknya menjadi predictor yang baik untuk suatu prestasi dari pada perasaan yang netral.

(5)    Ada perbedaan relasi jenis kelamin dalam sikap terhadap matematika.

Confidence/anxiety. Kerja dalam dimensi sikap yakin/gelisah menghasilkan hal-hal yang menarik. Walaupun keyakinan dan kegelisahan didefinisikan sebagai sifat yang berbeda, nampak bahwa keduanya sangat similar dalam relasi pada pembelajaran matematika. Hubungan keyakinan atau kegelisahan dan pengajaran matematika di ekslorasi dengan berbagai metode. Callahan dan Glennon menyimpulkan bahwa “kegelisahan dan metematika berelasi. Secara umum tingginya kegelisahan berakibat pada rendahnya prestasi dalam matematika.

Literatur secara tegas mengatakan bahwa ada relasi pada perbedaan jenis kelamin di dalam dimensi keyakinan/kegelisahan. Hal ini nampak masuk akal untuk yakin bahwa kurang rasa percaya atau kelebihan rasa gelisah pada wanita adalah variable penting yang menolong  menjelaskan perbedaan di dalam jumlah pria dan wanita yang memasuki bidang study atau pekerjaan yang berkaitan dengan matematika. Crandall, Katkovsky, dan Preston menyimpulkan bahwa gadis-gadis meremehakan kemampuannya dalam  memecahkan masalah matematika. Yang lain menyimpulkan bahwa wanita merasa tidak cukup ketika dihadapkan dengan berbagi aktivitas intelektual pemecahan masalah.

Motivasi Prestasi. Motivasi prestasi adalah bentuk perencanaan, pelaksanaan, dan perasaan yang berhubungan dengan usaha keras utuk mencapai standar internal keunggulan. Walaupun hal ini melibatkan perencanaan dan usaha keras untuk meraih keunggulan, cara berpikir terhadap motivasi prestasi adalah penting.

Beberapa hubungan personal dengan motivasi prestasi tinggi telah diteliti. Di antaranya adalah suatu ketertarikan pada kepentingannya sendiri, keinginan untuk bekerja di lapangan di mana tanggapan seseorang dapat diberikan dalam pelaksanaannya.  Sampai dengan beberapa tahun lalu, dipercaya bahwa terdapat hubungan erat mengenai perbedaan jenis kelamin dalam motivasi prestasi, skor pria lebih konsisten tinggi. Beberapa peneliti mulai mengusulkan bukti motovasi prestasi yang secara mendasar mirip dengan jenis kelamin dan observasi yang berbeda dalam hubungan aktivitas. Secara jelas motivasi prestasi wanita di lapangan dikatakan sebagai feminine, dan dengan jelas motivasi prestasi pria di lapangan dikatakan sebagai maskulin.

Satu aspek motivasi prestasi memiliki implikasi penting dalam pendidikan matematika yang berhubungan dengan karakteristik individu. Individu dimotivasi untuk keberhasilan prestasi atau untuk menghindari kegagalan. Motivasi individu untuk keberhasilan prestasi cenderung digunakan untuk memilih pekerjaan yang lebih sulit dan menghindari pekerjaan yang sulit (karena kemungkinan berhasil rendah). Motivasi prestasi untuk menghindari kegagalan cenderung untuk memilih pekerjaan yang mudah atau pekerjaan yang sulit. Pekerjaan yang mudah dipilih karena tidak mungkin adanya kegagalan, dan pekerjaan sulit dipilih karena menduga adanya kegagalan. Individu yang berorientasi terhadap menghindari kegagalan cenderung mundur setelah gagal. Oleh karenanya, motivasi menghindari kegagalan merupakan penghambat.

 

b)      Proses Keyakinan: Perubahan Kualitatif

Perubahan dari pembelajaran keyakinan menjadi pembelajaran proses merupakan pengkajian kembali pembelajaran perbedaan individu. Dalam penelitian pendidikan matematika, perubahan kualitatif secara jelas nampak dalam pembelajaran problem solving. Dapat disimpulkan juga bahwa siswa memiliki kemampuan alamiah pemecahan masalah dari hasil penyelesaian yang benar, peneliti mengatakan bahwa siswa menyelesaikan masalah dan mengamati penyelesaian permasalahan tersebut dalam berbagai langkah.

Hubungan perubahan kualitatif dari hasil menjadi proses kognitif adalah mengenai pernyataan dari beberapa peneliti (e.g. Carrol, 1976; Glaser, 1972; Hunt & Lansman, 1975) tentang pemisahan jangka panjang antara tradisi psikometriks dan psycologi kognitif. Pentingnya ahli psikometriks karena telah mengidentifikasi, mengukur dan yang terakhir mengklasifikasi langkah dasar dalam perbedaan keyakinan individu. Ahli psikologi kognitif, yaitu orang yang percaya bahwa klasifikasi adalah tujuan akhir (Hunt & Lansman, yang percaya bahwa hal ini membutuhkan teori pengganti yang menggambarkan proses kognitif dan bagaimana perbedaan orang dalam proses ini).

Psikolog bekerja dengan proses kognitif yang merupakan teori utamanya dengan gagasan dan pekerjaan yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis system computer yang meliputi hardware, system arsitektur, dan system control, dan lain sebagainya. Salah satu contoh teori proses informasi adalah yang dinyatakan oleh Atkinson ar Shiffrin (1968), yang menyatakan bahwa bentuk memori terjadi akibat kejadian tertentu yang diduga terjadi ketika informasi dipresentasikan:

  1. informasi dihasilkan ke dalam ingatan jangka pendek dengan probabilitas
  2. ketika sesuatu dihasilkan dalam ingatan jangka pendek, kemungkinan tidak dapat hilang tergantung pada strategi yang digunakan sebagai hasil dan jumlah ingatan yang ada pada ingatan jangka pendek
  3. informasi yang ada dalam memori jangka pendek ditransfer ke memori jangka panjang dengan kelajuan
  4. penurunan informasi dalam memori jangaka panjang (i. e., menjadi tidak dapat diperoleh dari fungsi eksponensial negative dengan penurunan parameter

Proses kognitif model Carroll dipilih sebagai teori yang dinyatakan oleh Hunt (1971). Model ini meliputi jangka pendek, jangka menengah, dan memori jangka panjang; melalui mekanisme sonsori yang menghasilkan informasi dan “program” atau system produksi” diasumsikan sebagai persediaan dalam memori, yang mengatur alur informasi. Perbedaan individu dalam system produksi bergantung pada karakteristik mereka dan pengalaman masa lalu.

Krutetskii (1976) menghubungkan proses problem solving ke dalam proses informasi berdasarkan tiga langkah postulat dalam menyelesaikan masalah matematika yang meliputi pertemuan, proses, dan mempertahankan informasi tentang masalah dan penyelesaiannya. Dalam beberapa langkah, satu atau lebih, kemampuan matematika diidentifikasi dan dapat digambarkan sebagai:

  1. memperoleh informasi matematika
    1.  kemampuan merumuskan persepsi materi matematika, untuk menampung struktur formal suatu masalah
    2. memproses informasi matematika
      1.  kemampuan berpikir logis dalam ruang lingkup kualitatif dan berkenaan dengan hubungan, jumlah dan symbol (kemampuan untuk berpikir dalam symbol matematika)
      2.  kemampuan cepat dan luas tenatng objek matematika, hubungan dan operasi
      3.  kemampuan membatasi proses penalaran dan system operasi yang sesuai (kemampuan berpikir dalam struktur batas
      4.  fleksibilitas proses mental dalam aktifitas matematika
      5.  berusaha untuk menjelaskan, menyederhanakan, mengelola, dan penyelesaian secara rasional
      6. kemampuan kecepatan dan rekonstruksi bebas arah dalam proses mental.
      7. mempertahankan informasi matematika
        1. memori matematika (secara umum untuk hubungan matematika, karakteristik tipe, skema argument dan bukti-bukti, metode problem solving, dan pendekatan prinsip
      8. komponen sintetik umum

a.  hasil pemikiran memproyeksikan matematika

 

 

c)      Penggunaan perbedaan kecakapan sebagai dasar untuk mengorganisasi pengajaran.

Bagaimana mengorganisasikan pengajaran untuk individu dipelajari dengan menggunakan suatu metodologi dengan nama khusus yakni Aptitude-Treatment Interaction (ATI).  Konseptualisasi awal  penelitian ATI dikembangkan oleh Salomon yang memasukan tiga model penelitian ATI.  Konseptualisasi pertama dilakukan oleh Cronbach, yang oleh Salomon disebut model kapitalisasi. Menurut medel ini perlakuan pengajaran harus didesain untuk mendapat keuntungan bagi pelajar khususnya kemampuan yang cocok/sesuai, sedekat mungkin dengan kecerdasan yang paling nampak dalam diri pelajar. Konseptualisasi kedua disebut model compensatory. Menurut model ini pengajaran perlakuan harus didesain untuk mengimbangi kecerdasan pelajar yang masih rendah pada variable yang diberikan – mengerjakan apa yang pelajar tidak bisa kerjakan untuk dirinya sendiri. Model ketiga disebut model remediasi. Model ini menyararakan agar pengajaran perlakuan harus bisa menyiapkan pengalaman yang akan membangkitkan kecerdasan siswa pada variable yang diberikan.

Munculnya penekaan pada studi ATI merupakan ujian perlakuan pengajaran yang lebih hati-hati. Perlakuan pengajaran berbeda-beda secara sangat dramatis di dalam beban formasi proses yang mereka ganti atau mereka pindahkan. Nampak bahwa makin tinggi inteligensi makin besar kemampuan untuk menggambarkan sesuatu keluar, untuk mengorganisasikan studinya, dan untuk membangun pemahaman yang komprehesif. Oleh karena itu ATI menggunakan inteligensi sebagai kecerdasan, berbagai perlakuan yang bervariasi dalam tuntutan organisasional menggubah hasil-hasil yang diperoleh siswa ke dalam interaksi yang signifikan.

Hal lain yang penting dalam penyusunan kembali paradigma ATI adalah pengakuan akan kebutuhan untuk lebih memfokuskan pada kecerdasan yang lebih komplek sebagaimana pada perlakuan pengajaran umumnya. Untuk membuktikan bahwa suatu interaksi sederhana di antara satu kecerdasan khusus dan satu dimensi pengajaran adalah singkat tetapi realistic.

Secara singkat jelas kelihatan bahwa ATI masih bersama kita, tetapi perubahan arahnya dalam berbagai cara akan meningkatkan kebaikannya:

1)       Ketika banyak studi ATI dilaksanakan di dalam laboratory  untuk masa pengajaran yang singkat, ada kebutuahan dalam skala besar untuk melaksanakan studi sekolah real dalam waktu yang lama.

2)       Variasi kecerdasan dalam kombinasi membutuhkan investigasi

3)       Perlakuan pengajaran perlu untuk diperluas

4)       Variabel yang berkaitan dengan lingkungan atau suasana akan diperpertimbangkan.

5)       Metodologi penelitian akan dimodifikasi untuk memasukan teknik klinikal.

 

d)      Variabel Explanatory

Para peneliti selalu tertarik dalam menjelaskan mengapa perbedaan individu itu ada, dan terdapat usaha keras yang menggunakan variabel lingkungan untuk menjelaskan perbedaan individu dalam prestasi belajar. Pendidikan sosiologi berperan untuk menjelaskan perbedaan, bukan dalam konteks yang dilakukan di sekolah, atau kemampuan siswa, tetapi dalam basis variabel lingkungan siswa di sekolah, tetangga dan komunitas.

Model pembelajaran didukung oleh Wiley dan Harnischfeger (1974) yaitu penelitian sosiologis yang muncul untuk diambil relevansinya dalam pembelajaran matematika. Model ini berhubungan dengan waktu yang dihabiskan oleh siswa di sekolah dalam latihan khusus dan tipe serta kualitas aktivitas mereka selama latihan.Wittrock (1974) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi hanya ketika siswa aktif dalam hubungan antara informasi baru dan pengalaman sebelumnya, selain itu harus dipastikan sejauh mana perbedaan siswa dalam melibatkan waktu aktif pada matematika.

Penggunaan perbedaan hubungan kompetisidisebabkan oleh pengaruh genetic yang dibawa kembali ke dalam kehidipan oleh Jensen (1969) yang dipaparkan pada Harvard Educational Review. Jensen percaya bahwa bukti-bukti telah menunjukkan bahwa definisi perbedaan dalam mengukur prestasi intelektual adalah perbedaan kemampuan yang dibawa sejak kecil antara hitam dan putih. Data asli yang mendasari argument Jensen telah menyerang secara mendalam tentang ketidaktelitian dan memutarbalikkan (Kamin, 1974). Pastinya, semua bukti dapat dipertanyakan dan tidak meyakinkan sebagai dasar genetic untuk perbedaan dalam kecerdasan antara kompetensi.

Penelitian perbedaan hubungan kompetisi didiskusikan selama dalam area kecerdasan secara umum (see Horn, 1976). Masalah yang sama terdapat pada literature ini yang ada dalam literature hubungan jenis kelamin, termasuk masalah pemalsuan data (Gillie, 1977; Horn, 1976).

 

  1. Petunjuk Untuk Penelitian Pada Perbedaan Individual

Metodologi penelitian

Identifikasi hipotesis yang bermakna untuk pembelajaran dapat terjadi ketika para peneliti menggunakan dua dimensi perolehan ilmu pengetahuan secara simultan. Karena proses pendidikan sangat kompleks, peneliti harus melalui pengenalan bidang psikologi, sosiologi, dan literature pendidikan. Dalam jangka panjang, penelitian perbedaan individu menggambarkan hipotesisnya dari literature terdekat dan mengabaikan peneliti dan guru untuk hipotesis yang dapat terus ada.

Menjelaskan pendekatan multidisiplin dan metode klinis sebagai jalan hipotesis umum, melebihi lingkup bab ini, tetapi keduanya harus berhubungan dengan investigasi para peneliti perbedaan individu.

 

Karakteristik perbedaan seseorang

Perbedaan individu seharusnya juga dapat diinvestigasi sebagai gagasan perbedaan Piaget dari sejumlah variable perbedaan individu tradisional. Pengikut paham Piaget menyatakan perbedaan kualitatif kognitif memakan waktu yang lama, di mana konstruksi tradisional menyatakan bahwa perbedaan adalah adanya kemampuan alamiah atau akumulasi pengetahuan. Bagaimana instruksi dan factor lingkungan berinteraksi dengan perbedaan intraindividu.

 

 

 

 

Petunjuk Individu

 

Deskriptor instruksi individu (Golladay & Skuldt, 1974) adalah satu instrument yang dikembangkan untuk menganalisis variabel prosedur pada program instruksi variabel. Deskriptor menggambarkan dan membedakan antar program, dan berfingsi sebagai paradigma yang bermaksud mengkomunikasikan berbagai macam strategi yang digunakan untuk program instruksi perbedaan individu.

 

  1. Kesimpulan

 

Status ilmu pengetahuan tentang perbedaan individu pada variabel berhubungan dengan pembelajaran matematika dan instruksi, diskusi dan evaluasi, dalam penelitian perbedaan individu dan mengidentifikasi dimana penelitian ini berhubungan dengan perbedaan individu dalam mengembangkan pembelajaran matematika. Selain itu, penelitian perbedaan individu dipresentasikan dalam dua lingkup utama:

  1. mengidentifikasi, mengukur, mengkarakteristikan perbedaan individu
  2. penyesuaian perlakuan instruksi dan lingkungan dengan terhadap individu

Arah penting bahwa penelitian perbedaan individu dapat menghubungkan penelitian pada:

  1. mengidentifkasi perbedaan
  2. mengorganisir petunjuk untuk melengkapi perbedaan individu.

Sebagai langkah awal dalam proses ini, peneliti harus mengidentifikasi secara jelas struktur filosofis dan tujuan instruksi dari sekolah yang dioperasikan dan didisain untuk mencapai tujuan ini.

 

 

 

 

 

 

 

Kampus IV (Kampus Utama)
Gedung Utama, Lantai 7

Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Ahmad Yani (Ringroad Selatan) Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta 55166
Telepon : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120 Ext.
Telepon : +6281-1250-0800
Faximille : 0274-564604
Email : prodi(at)pmat.uad.ac.id

Daftar di UAD dan kembangkan potensimu dengan banyak program yang bisa dipilih untuk calon mahasiswa

Informasi PMB
Universitas Ahmad Dahlan

Telp. (0274) 563515
Hotline PMB
S1 – 0853-8500-1960
S2 – 0878-3827-1960