1. Prinsip Umum
    1. a.      Prinsip Relevansi

Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang paling dasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai rohnya sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya; kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga para siswa mempelajari iptek yang benar – benar terbaru yang memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan jaman. Relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, artinya suatu kurikulum harus sesuai dengan potensi intelektual, mental, emosional dan fisik para siswa. Apabila prinsip tidak terlaksana dalam kurikulum yang nyata maka potensi yang dimiliki anak tersebut tidak berkembang sebagai potensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya. Relevan dengan kebutuhan karakteristik masyarakat artinya kurikulum harus membekali para siswa dengan sejumlah keterampilan pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Apabila tidak terlaksana maka siswa tidak dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

  1. b.      Prinsip fleksibilitas

Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara fleksibel atau luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum itu dirangcang. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat sebuah kurikulum dirancang, pembelajaran akan dilaksanakan dengan menggunakan media LCD projector atau OHP/OHT namun pada saat hari H terjadi pemadaman listrik di lokasi. Bagi kurikulum yang memenuhi prinsip fleksibilitas kondisi ini tidak menghambat keberlangsungan pembelajaran. Dengan sedikit melakukan perubahan pada aspek media yang digunakan pembelajaran tetap berlangsung namun tetap mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Jika prinsip fleksibilitas ini tidak digunakan dimungkunkan tujuan pembelajaran yang direncanakan tidak terlaksana.

  1. c.       Prinsip kontinuitas

Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus – putus. Artinya bagian – ­bagian, aspek – aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas – lepas, melainkan satu sama lain me­miliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, dan tingkat perkem­bangan siswa. Oleh karena itu, pengalaman – pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan yang lain juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

  1. d.      Prinsip efisiensi

Kurikulum mudah dilaksanakan menggunakan alat – alat sederhana dan memerlukan biaya yang murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian – keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukat dilaksanakan. Dana yang terbatas harus digunakan sedemikian rupa dalam rangka men­dukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar di sekolah juga terbatas harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan mata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga di sekolah juga sangat ter­batas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didayagunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pem­belajaran.

  1. e.       Prinsip efektifitas

Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Misal, keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan dan sumber keterbacaan, harus digunakan secara tepat guna oleh siswa dalam rangka pembelajaran, yang kesemuanya demi untuk meningkatkan efektivitas atau keberhasilan siswa.

2.      Prinsip Khusus

a.         Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:

1)       Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen – dokumen  lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan

2)       Survei mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka

3)      Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpunmelalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa

4)      Survei tentang manpower.

5)      Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama.

6)      Penelitian.

  1. b.                          Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:

  1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar.
  2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
  3. Unit – unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat pengajaran secara lebih mendetail.
  4. c.          Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar 

Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Apakah metode/teknik belajar – mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?
  2. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasisehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
  3. Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
  4. Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor?
  5. Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, ataumengaktifkan guru atau kedua-duanya?
  6. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
  7. Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar disekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada dirumah dan di masyarakat?
  8. Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yangmenekankan “learning by doing” di samping “learning by seeing and knowing”.
  9. d.          Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran

Proses belajar – mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat – alat bantu pengajaran yang tepat.

1)      Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?

2)      Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?

3)      Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain – lain?

4)      Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?

5)      Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.

  1. e.        Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian

Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:.

1)      Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah – langkah sebagai berikut:

  • Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranahranahkognitif, afektif, dan psikomotor.
  • Uraikan ke dalam bentuk tingkah laku – tingkah laku murid yang dapat diamati.
  • Hubungkan dengan bahan pelajaran.
  • Tuliskan butir-butir test.

2)      Merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapahal:

  • Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akanditest?
  • Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
  • Apakah testtersebut berbentuk uraian atau objektif?
  • Berapa banyak butir test perlu disusun?
  • Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?

3)      Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan hal-halsebagai berikut:

  • Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test?
  • Apakah digunakan formula guessing?
  • Bagaimana pengubahan skor ke dalam skor masak?
  • Skor standar apa yang digunakan?
  • Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?

Ketika prinsip-prinsip khusus ini  tidak terlaksana maka kurikulum tidak memiliki acuan, isi/tujuan kurikulum bertolak belakang (tidak searah) dengan tujuan pendidikan,  sehingga kurikulum tidak berkembang dan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang lebih baik.

 

Kurikulum KTSP termasuk dalam model konsep kurikulum apa….?

A. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis adalah model konsep kurikulum tertua dan masih sering dipakai sampai saat ini, karena kurikulum ini cukup praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Pada kurikulum ini, orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi pendidikan disesuaikan dengan disiplin ilmu. Para pengembang kurikulum tidak perlu menyusun dan mengembangkan bahan sendiri, melainkan cukup mengorgansisasi secara sistematis mengenai isi materi yang dikembangkan para ahli disiplin ilmu, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.

Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man A Course of Study (MACOS). MACOS adalah kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku – buku, film, poster, rekaman, permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan dan bimbingan Brunner. Sasaran utama kurikulum MACOS adalah perkembangan kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana mampu menganalisis kehidupan sosial.

Ciri-ciri kurikulum subjek akademis yaitu sebagai berikut:

  1. Bertujuan untuk pemberian ide pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”.
  2. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri.
  3. Materi/ide-ide diberikan oleh guru yang kemudian dielaborasi oleh siswa sampai terkuasai, dengan proses sebagai berikut: konsep utama disusun secara sistematis, kemudian dikaji, selanjutnya dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.

Pola – pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis diantaranya sebagai berikut:

  1. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu pelajaran yang dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
  2. Unifyied atau  Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran displin ilmu.
  3. Integrated curriculum yaitu sama halnya dengan unifyied curriculum, namun yag membedakan pada integrated curriculum tidak nampak lagi displin ilmunya. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupa tertentu.
  4. Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yag diperoleh dari berbagai displin ilmu.

B. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Pada kurikulum ini, pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Kerja sama dan interaksi yag terjadi bukan hanya antara guru dan siswa, melainkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan serta siswa dengan sumber belajar lainnya.

Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920an. Harold Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Rug menginginkan siswa dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah – masalah sosial sehingga diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.

Theodore Brameld, pada awal tahu 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Untuk melaksanakan hal itu, sekolah mempunyai kewajiban membantu individu mengembangkan kemampuan sosialnya dan membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.

Ciri-ciri desain kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut:

  1. Bertujuan utama menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia dalam masyarakat.
  2. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
  3. Pola-pola organsasi kurikulum ini disusun seperti sebuah roda, ditengah-tengahnya sebagai poros merupakan masalah yang menjadi tema utama.

Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen – komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk – bentuknya berbeda. Komponen – komponen kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut:

a)      Tujuan dan isi kurikulum.

Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.

b)      Metode.

Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seorang dengan lainnya, tidak ada kompetisi, yag ada adalah kerjasama, pengertian dan konsensus.

c)      Evaluasi.

Siswa dilibatkan dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.

Untuk pelaksanaan pengajaran rekonsruksi sosial, Harold G. Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

C. Kurikulum Teknologis

Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi  banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya. Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:

1. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.

2. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology).Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:

  1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
  2. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

–          Penegasan tujuan kepada siswa.

–          Pelaksanaan pengajaran

–          Pengetahuan tentang hasil

–          Organisasi bahan ajar

–          Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:

  1. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
  2. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ktsp berdasarkan ketiga model kurikulum tersebut di atas.

Tahapan pengembangan kurikulum menurut hamalik, tahapan pengembangan kurikulum ada7 yaitu:

  1. Tahap pertama studi kelayakan dan kebutuhan
  2. Tahap kedua penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
  3. Tahap ketiga pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
  4. Tahap keempat pelaksanaaan uji coba kurikulum di lapangan.
  5. Tahap kelima pelaksaan kurikulum
  6. Tahap keenam pelaksaan penilaian dan pemantauan kurikulum
  7. Tahap ketujuh pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian.

Dari ketujuh tahapan ini ada beberapa tahapan yang memiliki kelemahan yaitu:

  • tahap keempat  pelakasaan uji coba kurikulum dilapangan

è pelaksanaan  uji cobanya tidak merata pada seluruh sekolah yang lokasinya  sulit dijangkau, memerlukan biaya yang sangat banyak,dan juga keterbatasan tenaga kerja dan keterbatasan fasilitas.

  • Tahap kelima pelaksanaan kurikulum

Dalam pelaksanaannya kadangkala tidak sesuai antara teori dan praktek dilapangan

Contoh:  dalam pelaksanaan RPP dimungkinkan dalam penyampaian materi atau pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan RPP yang telah dirancang, hal ini bisa disebabkan karena faktor waktu, guru, siswa, maupun lingkungan, dan kebanyakan guru membuat RPP itu hanya sekedar formalitas (untuk melunasi kewajibannya sebagai guru yang akan diserahkan kepada kepala sekolah untuk mendapatkan tunjangan.

  • Tahap ketujuh pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian

Kebanyakan pengembang kurikulum setelah mengevaluasi  kurikulum tidak merevisi kurikulum tersebut melainkan membuat kurikulum yang baru, hal inilah yang membuat kurikulum itu tidak semakin baik melainkan menimbulkan permasalahan baru.

Disusun Oleh :

  1. Fitri Winarni (09006168)
  2. Fajar Karsono (09006191)
  3. Sri Susanti (09006197)
  4. Juni Anisih (09006234)
  5. Renny dyah Setiyanti (09006264)

Kampus IV (Kampus Utama)
Gedung Utama, Lantai 7

Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Ahmad Yani (Ringroad Selatan) Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta 55166
Telepon : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120 Ext.
Telepon : +6281-1250-0800
Faximille : 0274-564604
Email : prodi(at)pmat.uad.ac.id

Daftar di UAD dan kembangkan potensimu dengan banyak program yang bisa dipilih untuk calon mahasiswa

Informasi PMB
Universitas Ahmad Dahlan

Telp. (0274) 563515
Hotline PMB
S1 – 0853-8500-1960
S2 – 0878-3827-1960