1. Apa yang terjadi jika prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tidak terlaksana?

Analisis dari prinsip-prinsip kurikulum yang dikemukakan oleh Hamalik, 2007 : 3-4, yaitu :

1)      Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.

Apabila antara etika, logika, estetika, dan kinestetika tidak terjadi keseimbangan maka dalam diri peserta didik, etika, logika, estetika, dan kinestetika yang dimiliki tidak terdapat keseimbangan pula. Sehingga pengembangan kurikulumnya tidak tercapai karena pendidikannya tidak tersampaikan seutuhnya.

Contoh :

Apabila terdapat siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam berlogika tetapi  dalam etikannya tidak baik atau kurang, maka sering terjadi etika yang kurang baik dari siswa tersebut diabaikan.

2)      Kesamaan memperoleh kesempatan.

Antara siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi dan rendah tidak mendapatkan kesempatan belajar yang sama, sehingga siswa yang berkemampuan rendah sering tertinggal dan tidak mendapatkan kesempatan belajar secara optimal.

3)      Memperkuat identitas nasional.

Apabila identitas nasional tidak kuat, maka sifat individualism akan tumbuh dalam diri siswa. Untuk menumbuhkan jati diri bangsa perlu dilakukan dalam pendidikan.

Contoh :

  • Dalam diskusi kelompok sering timbul sifat individualisme yang tidak menghargai orang lain atau tidak mau mendengarkan dan mengabaikan pendapat orang lain.
  • Dalam kehidupan bermasyarakat kurangnya sifat sosialisme dan partisipasi dikarenakan seseorang hanya akan melakukan sesuatu jika akan menguntungkan dirinya sendiri.

4)      Menghadapi abad pengetahuan dan menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi.

Apabila kurikulum tidak dikembangkan, maka akan sulit dalam mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh dengan ketidakpastian yang merupakan kompetensi penting dalam menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.

5)      Mengembangkan ketrampilan hidup.

Apabila unsur ketrampilan hidup tidak dimasukkan dalam kurikulum, maka peserta didik tidak akan memiliki sikap dan ketrampilan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara evektif.

6)      Mengintegrasikan unsure-unsur penting ke dalam kurikulum.

Kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap tentang budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup dan nilai-nilai universal lainnya yang disesuaikan dengan sifat mata pelajaran pokok yang relevan dan perkembangan kemampuan peserta didik. Apabila kurikulum tidak mengintegrasikan unsure-unsur penting, maka siswa akan acuh tak acuh atau menganggap sepele tentang pelajaran budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup dan nilai-nilai universal lainnya.

7)      Pendidikan alternatif.

Pendidikan tidak hanya terjadi secara formal di sekolah tetapi juga harus terjadi dimana saja, meliputi pendidikan non formal, pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh dan system lain yang lentur yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi non pemerintah. Apabila kurikulum tidak memperhatikan pendidikan alternative, maka akan membuat siswa beranggapan bahwa pendidikan alternative itu tidak ada dan hanya ada pendidikan formal yang  hanya terjadi disekolah saja.

8)      Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.

Apabila berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan, maka peserta didik tidak akan mandiri dan tidak akan mampu membangun pemahaman dari pengetahuan. Akibatnya peserta didik tidak akan mandiri dan tidak akan mampu membangun pemahaman dari pengetahuannya. Akibatnya peserta didik akan sulit untuk belajar dan menilai diri sendiri, apalagi untuk saling bekerjasama.

9)      Pendidikan multikultural.

Yang terpenting dalam pendidikan multicultural adalah seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanism dan prularisme atau menanamkan nilai-nilai keberagaman yang inklusif pada siwa. Apabila kurikulum tidak memperhatikan pendidikan multicultural, maka akan dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti : korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, kerusakan lingkungan, separatism dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain.

10)  Penilaian berkelanjutan

Penilaian berkelanjutan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan oleh guru itu sendiri dengan proses penilaian yang dilakukan secara transparan. Penilaian harus dilakukan secara komprehensif yang mencakup aspek kompetensi akademik dan ketrampilan hidup. Apabila kurikulum tidak memperhatikan penilaian berkelanjutan maka akan berdampak pada jiwa peserta didik, karena memikirkan mendapat nilai kurang saat ujian dan sudah memprediksikan bahwa nantinya pesreta didik tersebut tidak lulus.

11)  Pendidikan sepanjang hayat

Pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran dan selalu belajar memahami dunia yang selalu berubah dalam berbagai bidang. Apabila kurikulum tidak memperhatikan kemampuan belajar sepanjang hayat, maka ilmu yang didapat tidak akan berkembang.

Analisis dari prinsip-prinsip kurikulum yang dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata (2005 : 150-155) :

  1. Prinsip Relevansi

Apabila prinsip ini tidak terlaksana, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi atau sudah tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat.

  • Jika kurikulum tidak relevan dengan perkembangan iptek maka peserta didik tidak mempelajari iptek yang terbaru sehingga tidak memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan jaman.
  • Jika kurikulum tidak relevan dengan karakteristik siswa maka kurikulum tidak sesuai dengan potensi intelektual, mental, emosional, dan fisik para siswa. Apabila kurikulum tersebut tidak dilaksanakan menjadi sebuah kurikulum yang nyata maka tidak akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak menjadi kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya.
  • Jika kurikulum tidak relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat maka kurikulum tersebut tidak akan membekali para siswa dengan sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya, sehingga mereka tidak dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Terdapat dua dimensi kondisi masyarakat yang harus benar-benar mendapat perhatian, pertama adalah kondisi masyarakat saat ini, dan kedua kondisi masyarakat di masa akan datang, dimana siswa akan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Terkait dengan kondisi masyarakat saat ini, tuntutan relevansi ini untuk menjamin bahwa kurikulum yang dipelajari siswa akan memberi bekal kepada mereka untuk dapat hidup secara wajar dalam masyarakatnya. Siswa dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam lingkungan masyarakatnya. Sementara terkait dengan kondisi masyarakat yang akan datang, kurikulum diharapkan akan memberi kemampuan dasar untuk memungkinkan siswa dapat memasuki dunia nyatanya sebagai manusia, dimana dia harus berperan dalam masyarakat sebagai anggota masyarakatnya secara mandiri, dan terutama mereka harus memasuki dunia kerja yang harus dilakukannya dengan baik. Untuk itu para pengembang kurikulum harus mampu memprediksi dan mendapat gambaran yang jelas tentang kondisi masyarakat di masa yang akan datang pada saat anak-anak dapat dikatakan dewasa untuk memasuki dunianya. Berdasarkan gambaran tersebut perlu dirancang kurikulum yang memberikan kemampuan-kemampuan dasar yang diperlukan dalam memasuki masyarakat tersebut.

  1. Prinsip Fleksibilitas

Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Jika kurikulum tidak dirancang secara fleksibel/luwes maka pada saat diimplementasikan tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan yang sesuai dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum tersebut dirancang.

Contoh yang paling sederhana adalah pada saat sebuah kurikulum dirancang, pembelajaran akan dilaksanakan dengan menggunakan media LCD projector atau OHP/OHT. Namun pada saat hari H, terjadi pemadaman listrik di lokasi. Bagi kurikulum yang tidak memenuhi prinsip fleksibilitas kondisi ini akan menghambat keberlangsungan pembelajaran. Sehingga tujuan yang diharapkan tidak tercapai.

  1. Prinsip kontinuitas

Prinsip kontinuitas yaitu adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. Jika  prinsip kontinuitas ini tidak dilaksanakan maka hubungan atau jalinan antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan tidak akan terjadi.

  1. Prinsip Efesiensi dan Efektivitas

Prinsip efesiensi dan efektivitas terkait dengan biaya yang akan digunakan dan hasil yang akan dicapai dalam implementasi kurikulum. Sebuah kurikulum dikatakan tidak memenuhi prinsip efesiensi apabila kurikulum tersebut memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang terlalu besar. Semakin sedikit/kecil waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum, maka semakin efesien kurikulum tersebut. Jika penerapan prinsip ini sampai mengabaikan prinsip efektivitas, maka kurikulum tersebut tidak akan efektif dan evisien, sehingga kurikulum tersebut tidak akan ada artinya. Prinsip efektivitas terkait dengan besarnya atau banyaknya tujuan kurikulum yang dicapai. Semakin banyak tujuan pendidikan yang dicapai melalui proses pembelajaran maka dikatakan kurikulum tersebut efektif.

  1. KTSP pada era sekarang cenderung lebih mendekati model konsep kurikulum apa ?

Pembahasan :

Dilihat dari pengertian kurikulum itu sendiri, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

     Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

     KTSP pada era sekarang cenderung lebih mendekati Kurikulum Rekonstruksi Social. Karena kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapinya dalam masyarakat dan bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, atau kerjasama antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan dengan sumber belajar lainnya.

disusun oleh:

Aeny Istiqomah         (09006014)

Fitriana Wulansari    (09006056)

Eni Dwi Susanti          (09006060)

Karisma Jati Khusna (09006293)

Kampus IV (Kampus Utama)
Gedung Utama, Lantai 7

Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Ahmad Yani (Ringroad Selatan) Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta 55166
Telepon : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120 Ext.
Telepon : +6281-1250-0800
Faximille : 0274-564604
Email : prodi(at)pmat.uad.ac.id

Daftar di UAD dan kembangkan potensimu dengan banyak program yang bisa dipilih untuk calon mahasiswa

Informasi PMB
Universitas Ahmad Dahlan

Telp. (0274) 563515
Hotline PMB
S1 – 0853-8500-1960
S2 – 0878-3827-1960